Bagi para pemerhati lingkungan dan hobiis yang gemar bertanam, terutama yang tinggal di perkotaan, istilah komposter mungkin sudah tidak asing. Komposter bisa didefnisikan sebagai wadah yang digunakan untuk menampung dan menyimpan sampah rumah tangga yang bisa didaur ulang.
Pada artikel kali ini, akan dibahas beragam tip seputar penggunaan komposter yang sudah dilakukan penulis.
Jenis dan Keunggulan Komposter
Desain dan bahan wadah komposter sangat beragam, tergantung pada kreativitas masing-masing orang. Ada dua jenis komposter yang umumnya banyak digunakan, yakni komposter aerob dan anaerob. Berikut ini perbedaan, kelebihan, dan kekurangan kedua komposter ini.
Komposter Aerob |
Komposter Anaerob |
Ada ventilasi |
Tidak ada ventilasi |
Ada sejenis lalat dan (kemungkinan) belatungnya di dalam wadah. |
Tidak ada lalat buah dan belatungnya |
Lebih cepat terurai karena ada mikroorganisme yang membantu proses penguraian. |
Lebih lama proses penguraiannya. |
Tidak perlu rutin dibuka tutup karena sudah ada ventilasi |
Harus rutin dibuka tutup karena ada penumpukan gas di dalam komposter. |
Air lindi lebih bau |
Air lindi tidak sebau aerob |
Dari beragam keunggulan dan kelemahan setiap komposter, disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan para hobiis yang ingin mempraktikkan dalam menggunakan komposter ini.
Letak Komposter
Komposter bisa diletakkan indoor maupun outdoor, tetapi sebaiknya di bawah naungan dan mudah diawasi/terlihat. Agar tidak terkena hujan dan matahari secara langsung serta tidak terjangkau oleh tikus atau kucing. Jika berada di indoor, untuk menghindari semut, bisa diberi kapur barus di sekitar komposter.
Jenis Sampah
Pada dasarnya, semua limbah atau sampah akan terurai. Namun, lama waktu, proses penguraian, dan bentuk akhir uraian bisa jadi berbeda- beda.
Karena komposter ini digunakan di rumah, jenis sampah yang bisa dimasukkan ke dalam komposter umumnya adalah sampah organik yang dihasilkan di dapur dan sekitar rumah. Dari daun kering, sisa sayuran yang tidak digunakan/dimakan, buah atau sayuran yang sudah mulai membusuk, hingga cangkang telur.
Selain itu, kotoran hewan ternak juga bisa dimasukkan ke dalam komposter. Namun, ada pula jenis limbah atau sampah yang sebaiknya dihindari. Di antaranya, sisa makanan yang bersantan dan berminyak, sisa parutan kelapa, jeroan hewan, susu, dan lemak.
Untuk mempermudah aplikasi jenis sampah yang bisa dimasukkan ke dalam komposter, dibagi menjadi 3 bagian.
Sampah Hijau |
Sampah Cokelat |
Sampah Tidak Boleh |
Sebutan untuk sampah-sampah basah yang banyak dihasilkan dari limbah rumah tangga. Hasilkan nitrogen. |
Sebutan untuk sampah-sampah kering. Bisa digunakan untuk jika kondisi komposter terlalu basah. Jika terlalu basah, komposter akan lebih bau daripada biasanya. Hasilkan karbon. |
Tidak diperbolehkan karena berpotensi menghalangi/memperlambat proses penguraian, menimbulkan bau yang lebih menyengat, mengundang lalat pathogen dan belatungnya, dan membawa penyakit ke dalam komposter. |
Sisa sayuran mentah atau matang (yang sudah dimasak) |
Daun kering |
Daging, jeroan, dan tulang |
Sisa buah-buahan |
Serutan kayu dan serbuk gergaji |
Susu dan turunannya (yoghurt, keju, dan lainnya) |
Cangkang telur |
Sekam mentah |
Makanan berlemak, berminyak, dan bersantan |
Daun/rumput yang masih segar |
Limbah kertas |
Tanaman berpenyakit |
Sisa nasi, teh, kopi |
Kulit jagung kering |
Kulit udang |
Pupuk kandang |
Jerami |
|
Komposisi Sampah
Komposisi sampah yang dimaksud bukan untuk mempersulit praktik pengomposan. Tapi membentuk hasil kompos yang mendekati ideal, tidak terlalu kering dan tidak terlalu basah. Untuk mencapainya, diperlukan keseimbangan komposisi sampah hijau (nitrogen) dan sampah cokelat (karbon). Ditambah dengan bioaktivator atau katalisator, seperti EM4, MOL, air gula merah, atau air cucian beras. Pemberian bioaktivator ini disesuaikan dengan kondisi di dalam komposter. Jika terlalu lembap/basah, sebaiknya bioaktivator tidak diberikan terlalu banyak. Begitu pula sebaliknya. Jika terlalu kering, bisa agak banyak pemberiannya.
Pada praktiknya, karena umumnya sampah/limbah rumah tangga yang dihasilkan berupa sampah hijau, saya selalu menyimpan sampah cokelat (sekam mentah). Tujuannya, jika kondisi komposter terlalu lembap/basah atau terlalu bau, saya bisa menambahkan sampah cokelat ke dalam komposter.
Pemotongan/Pencacahan dan Pengadukan
Pemotongan atau pencacahan sampah organik dilakukan agar proses pengomposan berjalan lebih cepat. Pencacahan atau pemotongan sampah organik bisa dlakukan pada sampah yang memiliki permukaan lebar dan berukuran besar, misalnya daun kering, sayur, atau buah.
Pengadukan dilakukan agar proses pengomposan berjalan merata, terjadi sirkulasi udara di dalam kompos, sampah tidak menggumpal, dan mengurangi bau. Bisa menggunakan sendok semen atau sejenisnya. Umumnya, pengadukan seminggu sekali. Namun, semakin sering pengadukan, semakin baik. Misalnya, setiap memasukkan sampah baru ke dalam komposter.
Tanda Kompos Matang
Sebelum kompos matang, akan ada proses composting/penguraian di dalam komposter. Hal ini ditandai dengan adanya embun atau uap air di dalam tutup dan dinding bagian dalam komposter. Sampah juga terasa agak hangat. Setelah matang, kompos tidak akan terlalu berbau, berwarna kehitaman, dan teksturnya secara umum gembur. Biasanya, tercapai pada saat umur sampah sekitar 4—6 minggu.
Comments